Selasa, 31 Mei 2011

"lika-liku perjalanan koloid" ^_^

Cinta itu ibarat koloid

Yang terdiri dari percampuran dua hati yang berbeda

Cinta selalu memilih secara acak seperti gerak brown

Dan datang secara tiba-tiba tanpa diduga

Cinta itu nampak homogen namun heterogen

Rasa cinta ibarat gas yang dapat dirasakan namun tak dapat disentuh

Perasaan cinta ibarat air yang mengalir seiring perjalanan waktu

Ketika partikel-partikel memilih padam menikmati kelam

Sebelum setetes embun kau berikan kepadaku

Rasa percayaku dan pengertianku dapat membuat cinta menjadi semurni susu

Namun bila rasa percayaku dan pengertianku tidak ada

Maka cinta bisa menjadi segelap asap

Tetapi kau mengendapkan perasaanku di dasar hatumu

Ketidakstabilanku untuk mempertahankannya di medium pendispersi

Kau memang mempunyai kelebihan dan kekurangan dimataku

Kau dapat memgubah sesuatu yang keruh menjadi jernih

Tapi kau juga dapat melukaiku

Dengarlah wahai larutan penghancur hatiku

Tentu kau bisa merasakan rintihan kesakitanku

Saat kau coba memisahkanku dengan dirinya di dalam sebuah tabung pereaksiku

Hak Cipta : ALFIA KAMALIA , ARNI OCTARIA , LADYZA NUR APRILYANTI , MUTIA RATNASARI

"Hakikat Cinta "

أحـبـك حـبـاً لـو تـحبين مـثـلــــــــــــه أصـابـك من وجـــدي عـلـى جـنـونــي


"Aku sungguh mencintaimu dengan cinta yang jika kau merasakan cinta ini niscaya kau akan gila karenanya"



أحـبـك كالـبـدر الـذي فـاض نـــــوره على فـيـح جـنـات و خـضـر تـــــلال

"aku mencintaimu laksana bulan yang cahayanya menerangi taman nan luas dan bukit nan hijau.."



أحـبـك حـتـى كـأن الـهـــــــــــــــــــــوى تـجـمـع و ارتـاح في أضـلــــــعـي

"aku mencintaimu.. seakan-akan rasa cinta berkumpul dan merasakan ketenangan di tulang rusukku,,,"



فـلـو كـان لي قـلـبـان عـشـت بـواحــد و أبـقـيـت قـلـبـاً في هـواك يـعـذب

"kalaulah ku memiliki dua hati.. aku kan hidup dengan satu hati.. dan aku sisakan satu hatinya tertawan dengan mencintaimu.."




سـحرتـني حبـيـبتي بـسواد عيونـهـــا إنـمـا السـحـر في سـواد الـعـيـــــــــــون

"cintaku kau menyihirku dengan hitam matamu.. sesungguhnya sihir itu ada pada hitamnya mata.."




نقل فؤادك حيث شئت من الهــــــــــوى ما الــحـب إلا لـلـحـبـيــــــــــب الأول

"palingkanlah hatimu kepada siapa saja yang kau cinta.. tidaklah cinta kecuali kembali kepada cinta yang pertama.."





janganlah kau berdusta atas nama cinta.. lalu kau lampiaskan cinta dengan syahwatmu.. jagalah hati dengan cinta Nya.. karena betapapun kita memalingkan hati, hanya kepada Nya lah kita kembali.. dan hanya Ia lah cinta Nya abadi..

kecantikan yang mempesonamu.. apalah artinya jika hanya menyesatkanmu.. jangan tertipu dengan bisik godaannya.. betapa banyak orang yang mengaku patah hati.. padahal cinta belum lah halal baginya.. lalu merenunglah ia dan menangisinya.. sudikah ia menangisi maksiatnya karena enggan menjauh darinya??

sesungguhnya cinta hakiki membawa kepada kebahagiaan abadi.. raihlah cinta yang berpahala.. cinta yang suci di atas perjanjian yang kuat.. Ia menggambarkannya sebagai "mitsaqon gholidzho"

"...Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa: 21)


love




"cita-citaku"

aku suka banget sama yg namanya pelajaran "bahasa arab",
walaupun sekolah ku bukan di MI(madrasah ibtidaiyah).
aku tuh sekolah di sekolah dasar negri dan sama sekali ga ada pelajaran bahasa arab,
pelajaran bahasa arab hanya aku dapat dari tempat aku mengaji pada saat itu, itupun tak lama,

semenjak mau masuk SMP aku jadi jarang mengaji,
lama-lama jadi berhenti ngaji deh, :(
emm.. tenyata aku diterima di madrasah tsanawiyah negri (MTsN),
di sekolah itu lah aku belajar bahasa arab seutuhnya,
dan dalam seminggu ada 3x pertemuan untuk mata pelajaran ini, senang sekali bisa mempelajari bahasa yg aku sukai :)
nilai bahasa arab ku selalu bagus waktu ku di MTs,
itu semua ku dapat karena keseriusan ku dalam mempelajari bahasa arab.

kata teman-teman ku guru bahasa arab ku tuh galak..
memang sih, tapi aku tidak terpengaruh, aku tetap semangat menerima pelajaran dari guru tersebut,
karena ku berfikir guruku galak,karena supaya teman-teman ku itu termotivasi dalam belajarnya dan ga malas-malasan dalam pelajaran dia...

di SMA aku juga belajar bahsa arab loh... haha..
semangat ku insya allah ga bakal turun-turun deh kalau buat belajar bahsa arab... :)
untuk merperdalam kemampuan bahasa arab ku,ku juga les bahasa arab :)
nantinya saat kuliah,aku pengen banget ngambil jurusan sastra arab...
semoga tercapai.. Amin ya rabb...

aku benar-benar menyukai bahasa arab :) i love arabiccccc.... aku pengen bangat jadi guru bahasa arab atau translater ;) n aku juga pengen deh berpetualang ke negara-negara arab, #mudah-mudahan kesampean aminnnn

Sabtu, 21 Mei 2011

Keajaiban-Keajaiban Nabi Muhammad SAW Semasa Kecil

Keajaiban-Keajaiban Nabi Muhammad SAW Semasa Kecil


Sebuah tangis bayi yang baru lahir terdengar dari sebuah rumah di kampung Bani Hasyim di Makkah pada 12 Rabi’ul Awwal 571 M. Bayi itu lahir dari rahim Aminah dan langsung dibopong seorang “bidan” yang bernama Syifa’, ibunda sahabat Abdurrahman bin Auf.


“Bayimu laki-laki!”

Aminah tersenyum lega. Tetapi seketika ia teringat kepada mendiang suaminya, Abdullah bin Abdul Muthalib, yang telah meninggal enam bulan sebelumnya. Ya, bayi yang kemudian oleh kakeknya diberi nama Muhammad (Yang Terpuji) itu lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal di Yatsrib ketika beliau berusia tiga bulan dalam kandungan ibundanya.

Kelahiran yang yatim ini dituturkan dalam Al-Quran, “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?” — QS Adh-Dhuha (93): 6.

Aminah, janda beranak satu itu, hidup miskin. Suaminya hanya meninggalkan sebuah rumah dan seorang budak, Barakah Al-Habsyiyah (Ummu Aiman). Sementara sudah menjadi kebiasaan bangsawan Arab waktu itu, bayi yang dilahirkan disusukan kepada wanita lain. Khususnya kepada wanita dusun, supaya hidup di alam yang segar dan mempelajari bahasa Arab yang baku.

Ada hadits yang mengatakan, kebakuan bahasa warga Arab yang dusun lebih terjaga. Menunggu jasa wanita yang menyusui, Aminah menyusui sendiri Muhammad kecil selama tiga hari. Lalu dilanjutkan oleh Tsuwaibah, budak Abu Lahab, paman Nabi Muhammad, yang langsung dimerdekakan karena menyampaikan kabar gembira atas kelahiran Nabi, sebagai ungkapan rasa senang Abu Lahab.

Air Susu yang Melimpah

Beberapa hari kemudian, datanglah kafilah dari dusun Bani Sa’ad, dusun yang jauh dari kota Makkah. Mereka menaiki unta dan keledai. Di antara mereka ada sepasang suami-istri, Harits bin Abdul Uzza dan Halimah As-Sa’diyah. Harits menaiki unta betina tua renta dan Halimah menaiki keledai yang kurus kering. Keduanya sudah memacu kendaraannya melaju, tetapi tetap saja tertinggal dari teman-temannya.

Halimah dan wanita lainnya yang datang ke Makkah sedang mencari kerja memberi jasa menyusui bayi bangsawan Arab yang kaya. Sebagaimana dalam kehidupan modern, baby sitter akan mendapatkan bayaran yang tinggi bila dapat mengasuh bayi dari keluarga kaya.

Sampai di kota Makkah, Halimah menjadi cemas, sebab beberapa wanita Bani Sa’ad yang tiba lebih dulu sedang ancang-ancang mudik karena sudah berhasil membawa bayi asuh mereka.

Setelah ia ke sana-kemari, akhirnya ada juga seorang ibu, yaitu Aminah, yang menawarkan bayinya untuk disusui. Namun ketika mengetahui keadaan ibu muda yang miskin itu, Halimah langsung menampik.

Dia dan suaminya berkeliling kota Makkah, tetapi tidak ada satu pun ibu yang menyerahkan bayinya kepadanya untuk disusui. Ya, bagaimana mereka percaya, seorang ibu kurus yang naik keledai kurus pula akan mengasuh dengan baik bayi mereka?

Hampir saja Halimah putus asa, ditambah lagi suaminya sudah mengajaknya pulang meski tidak membawa bayi asuh. Namun, ia berkata kepada suaminya, “Aku tidak ingin pulang dengan tangan kosong. Alangkah baiknya kalau kita mau mengambil anak yatim itu sambil berniat menolong.”

“Baiklah, kita bawa saja anak yatim itu, semoga Allah memberkahi kehidupan kita,” ujar suaminya. Setelah ada kesepakatan tentang harga upah menyusui, Muhammad kecil diberikan kepada Halimah. Wanita kurus kering itu pun mencoba memberikan puting susunya kepada bayi mungil tersebut.

Subhanallah! Kantung susunya membesar, dan kemudian air susu mengalir deras, sehingga sang bayi mengisapnya hingga kenyang. Dia heran, selama ini susunya sendiri sering kurang untuk diberikan kepada bayi kandungnya sendiri, tetapi sekarang kok justru berlimpah, sehingga cukup untuk diberikan kepada bayi kandung dan bayi asuhnya?

Berbarengan dengan keanehan yang dialami Halimah, suaminya juga dibuat heran, tak habis pikir, mengapa unta betina tua renta itu pun tiba-tiba kantung susunya membesar, penuh air susu.

Halimah turun dari. keledainya, dan terus memerah susu itu. Dia dan suaminya sudah dalam keadaan lapar dan dahaga. Mereka meminumnya sehingga kenyang dan puas. Semua keajaiban itu membuat mereka yakin, “Anak yatim ini benar-benar membawa berkah yang tak terduga.”

Halimah menaiki dan memacu keledainya. Ajaib! Keledai itu berhasil menyalip kendaraan temannya yang mudik lebih dulu.

“Halimah! Halimah! Alangkah gesit keledaimu. Bagaimana ia mampu melewati gurun pasir dengan cepat sekali, sedangkan waktu berangkat ke Makkah ia amat lamban,” temannya berseru. Halimah sendiri bingung, dan tidak bisa memberikan jawaban kepada teman-temannya.

Sampai di rumah pun, anak-anaknya senang, sebab orangtua mereka pulang lebih awal dari orang sekampungnya. Apalagi kemudian ayah mereka membawa air susu cukup banyak, yang tiada lain air susu unta tua renta yang kurus kering itu.

Dalam sekejap, kehidupan rumah tangga Halimah berubah total. Dan itu menjadi buah bibir di kampungnya. Mereka melihat, keluarga yang tadinya miskin tersebut hidup penuh kedamaian, kegembiraan, dan serba kecukupan.

Domba-domba yang mereka pelihara menjadi gemuk dan semakin banyak air susunya, walaupun rumput di daerah mereka tetap gersang. Keajaiban lagi!

Peternakan domba milik Halimah berkembang pesat, sementara domba-domba milik tetangga mereka tetap saja kurus kering. Padahal rumput yang dimakan sama. Karena itulah, mereka menyuruh anak-anak menggembalakan domba-domba mereka di dekat domba-domba milik Halimah. Namun hasilnya tetap saja sama, domba para tetangga

itu tetap kurus kering.


Pembelahan Dada

Muhammad kecil disusui Halimah sekitar dua tahun. Oleh Halimah, bayi itu dikembalikan kepada ibunya, Aminah. Namun ibunya mengharapkan agar Muhammad tetap ikut dirinya, sebab ia khawatir bayi yang sehat dan montok tersebut menjadi terganggu kesehatannya jika hidup di Makkah, yang kering dan kotor.

Maka Muhammad kecil pun dibawa kembali oleh Halimah ke dusun Bani Sa’ad. Bayi itu menjadi balita, dan telah mampu mengikuti saudara-saudaranya menggembala domba. Ingat, hampir semua nabi pernah menjadi penggembala. Muhammad saat itu sudah berusia empat tahun dan dapat berlari-lari lepas di padang rumput gurun pasir. la, bersama Abdullah, anak kandung Halimah, menggembala domba-domba mereka agak jauh dari rumah.

Di siang hari yang terik itu, tiba-tiba datanglah dua orang lelaki berpakaian putih. Mereka membawa Muhammad, yang sedang sendirian, ke tempat yang agak jauh dari tempat penggembalaan. Abdullah pada waktu itu sedang pulang, mengambil bekal untuk dimakan bersama-sama dengan Muhammad, di tempat menggembala, karena mereka lupa membawa bekal.

Ketika Abdullah kembali, Muhammad sudah tidak ada. Seketika itu juga ia menangis dan berteriak-teriak minta tolong sambil berlari pulang ke rumahnya. Halimah dan suaminya pun segera keluar dari rumahnya. Dengan tergopoh-gopoh mereka mencari Muhammad kesana-kemari. Beberapa saat kemudian, mereka mendapatinya sedang duduk termenung seorang diri di pinggir dusun tersebut.

Halimah langsung bertanya kepada Muhammad, “Mengapa engkau sampai berada di sini seorang diri?” Muhammad pun bercerita. “Mula-mula ada dua orang lelaki berpakaian serba putih datang mendekatiku. Salah seorang berkata kepada kawannya, ‘Inilah anaknya.’

Kawannya menyahut, `Ya, inilah dia!’ Sesudah itu, mereka membawaku ke sini. Di sini aku dibaringkan, dan salah seorang di antara mereka memegang tubuhku dengan kuatnya. Dadaku dibedahnya dengan pisau. Setelah itu, mereka mengambil suatu benda hitam dari dalam dadaku dan benda itu lalu dibuang. Aku tidak tahu apakah benda itu dan ke mana mereka membuangnya.

Setelah selesai, mereka pergi dengan segera. Aku pun tidak mengetahui ke mana mereka pergi, dan aku ditinggalkan di sini seorang diri.” Setelah kejadian itu, timbul kecemasan pada diri Halimah dan suaminya, kalau-kalau terjadi sesuatu terhadap si kecil Muhammad. Karena itulah, keduanya menyerahkan dia kembali kepada Ibunda Amina. [infokito]

Wallahu a’lam


Wajah Rasulullah

Perlu kita fahami bahwa wajah Sang Idola saw adalah wajah yang dipenuhi cahaya kelembutan dan kasih sayang, karena beliau adalah pembawa Rahmat bagi sekalian alam, maka wajah beliau penuh kasih sayang, demikian pula ucapan beliau saw, perangai, tingkah laku, dan bahkan bimbingan beliau saw pun penuh dengan kasih sayang Allah swt.

Seorang lelaki bertanya kepada Albarra? bin Azib ra : “Apakah wajah Rasul saw seperti pedang ?” (bukankah beliau banyak berperang, apakah wajahnya bengis bak penguasa kejam?), maka menjawablah Albarra? bin Azib ra : “Tidak.. tapi bahkan wajah beliau bagai Bulan Purnama..”, (kiasan tentang betapa lembutnya wajah beliau yang dipenuhi kasih sayang) (Shahih Bukhari hadits no.3359, hadits serupa Shahih Ibn Hibban hadits no.6287).

Diriwayatkan oleh Jabir bin samurah ra :“wajah beliau saw bagaikan Matahari dan Bulan” (Shahih Muslim hadits no.2344, hadits serupa pada Shahih Ibn Hibban hadits no.6297), demikian pula riwayat Sayyidina Ali.kw, yang mengatakan : “seakan akan Matahari dan Bulan beredar di wajah beliau saw”. (Syamail Imam Tirmidzi), demikian pula diriwayatkan oleh Umar bin khattab ra bahwa “Rasul saw adalah manusia yang bibirnya paling indah”.

Al Imam Alhafidh Syeikh Abdurrahman Addeba?I mengumpulkan ciri ciri sang Nabi saw :“Beliau saw itu selalu dipayungi oleh awan dan diikuti oleh kabut tipis, hidung beliau saw lurus dan indah, Bibirnya bagaikan huruf Miim (kiasan bahwa bibir beliau tak terlalu lebar tak pula sempit dan sangat indah), Kedua alisnya bagaikan huruf Nuun, (kiasan bahwa alis beliau itu tebal dan sangat hitam dan bersambung antara kiri dan kanannya)”.

Dari Abi Jahiifah ra : “Para sahabat berebutan mengambil telapak tangan beliau dan mengusapkannya di wajah mereka, ketika kutaruh telapak tangan beliau saw diwajahku ternyata telapak tangan beliau saw lebih sejuk dari es dan lebih wangi dari misik” (Shahih Bukhari hadits no.3360).

Berkata Anas ra : “Tak kutemukan sutra atau kain apapun yang lebih lembut dari telapak tangan Rasulullah saw, dan tak kutemukan wewangian yang lebih wangi dari keringat dan tubuh Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.3368). “Kami tak melihat suatu pemandangan yg lebih menakjubkan bagi kami selain Wajah Nabi saw”. (Shahih Bukhari hadits no.649 dan Muslim hadits no.419)“Ketika perang Uhud wajah Rasul saw terluka dan mengalirkan darah segar, maka putrinya yaitu Sayyidah Fathimah ra mengusap darah tersebut dan Sayyidina Ali kw memegangi beliau saw, namun ketika terlihat darah itu terus mengalir, maka diambillah tikar dan dibakar, maka debunya ditaburkan diluka itu, maka darahpun terhenti”. (Shahih Bukhari hadits no.2753).

Dari anas bin malik ra : “Dan saat itu dirumah hanya aku, ibuku dan bibiku, lalu selepas shalat beliau berdoa untuk kami dengan kebaikan Dunia dan Akhirat, lalu Ibuku berkata : “doakan pelayanmu ini wahai Rasulullah..” (maksudnya Anas ra), maka Rasul saw mendoakanku dan akhir doanya adalah : “Wahai Allah Perbanyak Hartanya dan keturunannya dan berkahilah” (Shahih Muslim hadits no.660).

“Dan beliau saw itu adalah manusia yg terindah wajahnya, dan terindah akhlaknya” (Shahih Bukhari hadits no.3356) . “Dan beliau saw itu adalah manusia yg termulia dan manusia yg paling dermawan, dan manusia yang paling berani saw” (Shahih Bukhari hadits no.5686).

Dari Abu Hurairah ra : “Wahai Rasulullah.., bila kami memandang wajahmu maka terangkatlah hati kami dalam puncak kekhusyu’an, bila kami berpisah maka kami teringat keduniawan, dan mencium istri kami dan bercanda dengan anak anak kami” (Musnad Ahmad Juz 2 hal.304, hadits no.8030 dan Tafsir Ibn katsir Juz 1 hal.407 dan Juz 4 hal.50).

"Children" (Kahlil Gibran)

Your children are not your children.

They are the sons and daughters of Life’s longing for itself.

They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you.

You may give them your love but not your thoughts,
For they have their own thoughts.

You may house their bodies but not their souls,
For their souls dwell in the house of tomorrow,
Which you cannot visit, not even in your dreams.

You may strive to be like them, but seek not to make them like you.


For life goes not backward nor tarries with yesterday.

You are the bows from which your children as living arrows are sent forth.

The archer sees the mark upon the path of the infinite,
And He bends you with His might that His arrows may go swift and far.

Let your bending in the archer’s hand be for gladness;
For even as He loves the arrow that flies, so He loves also
The bow that is stable.

'DOA"

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a, apabila ia berdo'a kepada-Ku".
[ QS. Al-Baqarah: 186 ]

"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut".
[ QS. Al A'Raaf: 55 ]

"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku niscaya akan Ku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahanam dalam keadaan hina dina".
[ QS. Al Mu'minun: 60 ]



Do'a Anak Untuk Orangtuanya

© Segala puji bagi Allah yang telah memerintah kami untuk bersyukur dan berbuat baik kepada ibu dan bapak dan berwasiat agar kami menyayangi mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidik kami sewaktu kecil.
© Ya Allah sayangilah kedua orang tua kami. Ampuni, rahmati dan ridhoilah mereka.
© Ya Allah ampunilah mereka dengan ampunan yang menyeluruh yang dapat menghapus dosa-dosa mereka yang lampau dan perbuatan buruk yang terus menerus mereka lakukan.
© Ya Allah berbuat baiklah kepada mereka sebanyak kebaikan mereka kepada kami setelah dilipatgandakan, dan pandanglah mereka dengan pandangan kasih sayang sebagaimana mereka dahulu memandang kami.
© Ya Allah berilah mereka hak rububiyah-Mu yang telah mereka sia-siakan karena sibuk mendidik kami.
© Ya Allah maafkanlah segala kekurangan mereka dalam mengabdi kepada-Mu karena mengutamakan kami dan maafkanlah mereka atas segala syubhat yang mereka jalani dalam usaha untuk menghidupi kami.

Walhamdulillaahi Rabbil ‘Alamin.
.
[ Dikutip dari : Do’a “Birrul Walidain” Karya Syeikh Muhammad Abil Hibb Al-Hadharami At-Tarimi ]



Do'a Orangtua Untuk Anaknya

© Segala puji dan syukur hanya untuk Allah Tuhan alam semesta. Ya Allah limpahkanlah solawat dan salam kepada Sayidina Muhammad, pembuka pintu rahmat Allah, Sebanyak pengetahuan Allah, solawat dan salam yang selalu tercurah sekekal kerajaan Allah, dan juga kepada keluarga dan para sahabatnya.
© Ya Allah jadikanlah aku dan keturunanku orang-orang yang selalu mendirikan sholat, Ya Allah, kabulkanlah doaku.
© Ya Allah jadikanlah isteri dan keturunan kami sebagai buah hati kami dan jadikanlah kami pemimpin orang-orang yang bertakwa.
© Ya Allah berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kepada ibu-bapakku, dan agar aku dapat beramal soleh yang Engkau ridhoi, jadikanlah keturunanku orang-orang yang soleh, sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.
© Aku serahkan anak-anakku di bawah perlindungan kalimat Allah yang sempurna dari ganguan setan, mara bahaya dan dari pandangan yang penuh kedengkian.
© Ya Allah berkahilah anak-anakku, janganlah Engkau celakan mereka, karuniailah aku ketaatan mereka, jadikanlah mereka buah hati Nabi Muhammad SAW dan kedua orang tua mereka.
© Ya Allah berilah mereka ilmu para arifin, jadikanlah mereka faqih (alim) dalam agama, ajarkan kepada mereka pengetahuan takwil, dan tuntunlah mereka ke jalan yang lurus dan benar, dan jadikanlah mereka ulama yang mengamalkan ilmunya, dan masukkanlah mereka ke dalam golongan hamba-Mu yang saleh.
© Ya Allah tumbuhkan mereka dengan sebaik-baik pertumbuhan, dan jadikanlah mereka orang-orang yang memberi petunjuk dan mendapat petunjuk.
© Ya Allah berilah mereka taufik untuk menyintai-Mu, mentaati-Mu dan mencari keri-dhoan-Mu. Ajarkanlah kepada mereka semua yang bermanfaat dan berilah mereka manfaat dari semua yang Kau ajarkan.
© Ya Allah lindungilah mereka dari segala fitnah, baik yang nyata maupun tersembunyi, dan juga dari segala macam kejahatan.
© Ya Allah mudahkanlah urusan mereka, dan perbaikilah keadaan, perbuatan dan niat mereka .
© Ya Allah berilah mereka kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat.
© Ya Allah bantulah mereka agar dapat mengingat-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan beribadah kepada-Mu dengan sebaik-baik amal ibadah.
© Ya Allah akhirilah semua urusan mereka dengan keberhasilan dan selamatkanlah mereka dari kehinaan dunia dan akhirat.
© Ya Allah jadikanlah pendengaran, pandangan dan kekuatan mereka menyenangi jalan petunjuk-Mu, dan jadikanlah hawa nafsu (keinginan) mereka patuh pada ajaran yang dibawa oleh kekasih-Mu Muhammad SAW.
© Ya Allah selamatkanlah mereka, berilah kesehatan dan maafkanlah mereka, panjangkan umur mereka dalam ketaatan dan keridhoan-Mu, terimalah amal mereka, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Engkaulah yang patut megabulkan doa. Dan limpahkanlah solawat dan salam kepada Sayyida Muhammad SAW serta kepada para keluarga dan sahabatnya.

Walhamdulillaahi Rabbil ‘Alamin.

[ Dikutip dari : Do’a “Birrul Walidain” Karya Syeikh Muhammad Abil Hibb Al-Hadharami At-Tarimi ]

"WISDOM" ^_^

Kutipan Favorit
..
© “Aku ada karena aku memberikan makna bagi orang lain”.

© “Think Big, Start Small, Acting Now”.

© "The way to be is to do-the way to do is to be and the way to be and to do is to choice!." - Toto Tasmara

© "The true love is pleasure of giving". M. Ilham Arifin

© “Merasa belum dapat berbuat kebaikan adalah lebih baik daripada merasa telah banyak berbuat kebaikan”

© "We have been created to love and to be loved." - Mother Teresa

© "Respect yourself most of all." - Pythagoras

© “Tidak ada yang patut diirikan kecuali orang berilmu yang mengajarkan ilmunya, orang berharta yang mendermakan hartanya, dan orang yang berkuasa yang adil dan bijaksana”

© "Everyone and everything around you is your teacher." - Ken Keyes Jr

© "If you can see, what others can't find; then either you are mad, or they are blind." - Louis Lord

© " Don't allow a negative environment affect you; feel inside and trust your inner voice, and don't be afraid to show your abilities and talents." - M. Nazario

© "The only thing we have to fear is fear itself." - Franklin D. Roosevelt

© " Education is the most powerful weapon which you can use to change the world." - Nelson Mandela

© " A failure is not the barometer of your potential." - Amit Bajaj

© “Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada kemarin, dialah yang beruntung; barangsiapa yang hari ini sama dengan kemarin, dialah yang tertipu; barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin dialah yang merugi”
.



Petikan Nasihat

© “Sampaikanlah apa yang telah engkau ketahui dariku walaupun hanya satu ayat!”
.
(Rasulullah)
.

© “Hidup ini sekejap tetapi beresiko, jangan karena mencari kenikmatan sesaat, kita menderita berkepanjangan. Hidup bukan untuk hidup, tetapi untuk Yang Maha Hidup. Hidup bukan untuk mati, tetapi justru mati itulah untuk hidup. Oleh karena itu:
Jangan takut mati,
Jangan lupa mati,
Jangan cari mati, tetapi
Rindukanlah mati,
Karena mati adalah pintu perjumpaan dengan-Nya”

(M. Arifin Ilham)
.


© Hindarkanlah tujuh dosa orang-orang yang melanggar prinsip dan menoda hati nuraninya:
1). Kekayaan tanpa kerja (wealth without work)
2). Kenikmatan tanpa suara hati (pleasure without conscience)
3). Pengetahuan tanpa karakter (knowledge without character)
4). Perdagangan tanpa etika (commerce without morality)
5). Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan (science without humanity)
6). Agama tanpa pengorbanan (religion without sacrifice)
7). Politik tanpa prinsip (politic without principle)
.
(Mahatma Gandhi)


.
© Berusaha memiliki SIFAT sebagai upaya kita untuk mengasah kecerdasan ruhani kita.
SIFAT singkatan dari shiddiq, istiqamah, fathanah, amanah, dan tablig
.
Shidiq : jujur pada diri sendiri, jujur terhadap orang lain, jujur terhadap Allah, menyebarkan salam
.
Istiqamah : bentuk kualitas batin yang melahirkan sikap konsisten (taat azas) dan teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik.
*) Sikap istiqamah hanya mungkin merasuki jiwa seseorang bila mereka
mempunyai tujuan atau ada sesuatu yang ingin dicapai
*) Orang yang memiliki sifat istiqamah adalah orang yang kreatif
*) Orang yang istiqamah sangat menghargai waktu: tanggung jawab dan disiplin,
tidak menunda-nunda waktu
*) Orang yang istiqamah bersikap sabar
.
Fathanah : kecerdasan yang mencakup kecerdasan intelektual, emosional, dan terutama spiritual
*) Mereka yang memiliki sikap fathonah diberi hikmah / kearifan (the man of wisdom) dan ilmu
*) Mereka yang memiliki sikap fathonah berdisiplin dan proaktif
*) Mereka yang memiliki sikap fathonah mampu memilih yang terbaik
.
Amanah : sikap yang bisa dipercaya, menghormati, dan dihormati
Di dalam nilai diri yang amanah ada beberapa nilai yang melekat :
*) rasa tanggung jawab (takwa) - ingin menunjukkan hasil yang optimal
*) kecanduan kepentingan dan sense of urgency
*) al-amin, kredibel, ingin dipercaya dan mempercayai
*) hormat dan dihormati (honorable)
.
Tablig : menyampaikan kebenaran melalui suri tauladan dan perasaan cinta yang mendalam
Nilai tablig memberikan muatan yang mencakup aspek :
*) kemampuan berkomunikasi (communication skill)
*) kepemimpinan (leadership)
*) pengembangan dan peningkatan kualitas sumberdaya insani ( human resource development)
*) kemampuan diri untuk mengelola sesuatu (managerial skill)
.
(Toto Tasmara).

Jumat, 20 Mei 2011

• Berbagai Anggapan yang Salah Seputar Jerawat

Benarkah makan coklat dan kacang bisa menyebabkan jerawat? Lalu, apakah benar pasta gigi bisa membantu menyembuhkan jerawat? Berikut ini mitos-mitos yang beredar seputar jerawat. Baca lebih lanjut agar Anda tak lagi salah dalam merawat kulit wajah.


1. Jerawat disebabkan oleh debu.
Jerawat muncul akibat pori-pori tersumbat oleh minyak, bakteri, dan sel kulit mati.

2. Makan coklat dan gorengan bisa menimbulkan jerawat.
Sampai saat ini, tak ada penelitian yang bisa menemukan hubungan antara jerawat dengan makanan apa pun. Selama dikonsumsi secara tidak berlebihan, makanan tak akan mempengaruhi jerawat.

3. Jerawat bisa diatasi dengan cara sering-sering mencuci muka.
Cucilah wajah dengan sabun atau pembersih yang lembut, maksimal 3 kali sehari. Terlalu sering mencuci wajah bisa menyebabkan kulit iritasi, dan merangsang kulit untuk memproduksi lebih banyak minyak, sehingga jerawat malah makin meradang.

4. Pasta gigi membantu menyembuhkan jerawat.
Pasta gigi tak mengandung zat apa pun yang bisa mengobati jerawat. Carilah obat yang mengandung benzoyl peroxide atau salicylic acid.

5. Memencet jerawat adalah cara tercepat mengusir jerawat.
Dengan dipencet dan dipaksa pecah, bakteri penyebab jerawat justru akan mudah tersebar ke bagian lain. Apalagi jika tangan yang digunakan untuk memencet jerawat tidak steril. Akibatnya, bukan hanya jerawat bertambah parah, tapi juga akan meninggalkan bekas luka di kulit wajah.

6. Sinar matahari membantu menyembuhkan jerawat.
Paparan sinar matahari bisa menyebabkan iritasi yang membuat jerawat makin parah.

7. Jerawat hanya muncul pada kulit remaja.


Pada usia remaja, hormon dalam tubuh banyak mengalami perubahan. Oleh karena itu jerawat lebih sering muncul pada remaja. Namun timbulnya jerawat bukan hanya dipengaruhi oleh hormon, tapi juga oleh kebersihan diri, pola makan, polusi, stres, dan faktor genetik, sehingga anak-anak maupun orang tua pun masih bisa berjerawat.

Selasa, 17 Mei 2011

"kasih dan sayang ku hanya untuk Allah''


aku pernah menyukai seorang pria,
memang bagiku dia adalah sosok yang sempurna,
sungguh ku tergila-gila padanya,
sampai pada suatu ketika,
aku ingin sekali mengungkapkan rasa itu kepadanya,
tapi aku malu,
aku pun memutar otakku supaya bagaimana caranya dia mengetahui jika ku menaruh hati padanya,
ku coba mencari perhatiannya.
#kata anak muda zaman sekarang "caper"

dia adalah sosok orang yg taat beragama,
karena itu lah ku menyukainya,
kami pun sering pergi bersama,
tapi dalam tugas sekolah,
walaupun demikian ku tetap bersyukur bisa bersama dia.

Waktupun terus berlalu,
ternyata dia mulai tahu bahwa ku suka padanya,
dari situlah ku mulai berani mendekatinya..

tapi apa yg aku dapat????
dia merasa risih,
dia tak suka jika aku menaruh hati padanya..
dia pun mengeluarkan kata-kata yg benar-benar membuat hatiku menangis,
aku pun akhirnya berusaha melupakannya,
tapi ku tak bisa....

setelah dia lulus pun,aku masih mengejar cintanya,
dan berulang kali hati ku di buat menangis olehnya,
sampai suatu ketika ku mulai menyerah untuk mengejarnya lagi,
dari situlah ku mulai mengintropeksi diriku..

ternyata ku salah,
ku terlalu mencintainya,
ini semua salahku,
kenapa ku terlalu mencintainya,
melebihi cintaku pada allah,
aku salah,
aku benar-benar salah,
maavkan aku ya allah...
aku sungguh menyesal :'(

mulai sekarang cinta dan kasihku ku curahkan hanya untuk-Mu Ya Allah,
Engkaulah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Sabtu, 14 Mei 2011

"The Holy Prophet Muhammad in the Eyes of Non-Muslims"

The Holy Prophet Muhammad in the Eyes of Non-Muslims


To give an unbiased yet positive account of his character to the readers, in this section, I intend to quote some of the writings of Non-Muslim writers to illustrate how he appeared in the eyes of some of the Non-Muslim writers.

PRINGLE KENNEDY

Pringle Kennedy has observed (Arabian Society at the Time of Muhammad, pp.8, 10, 18, 21):

Muhammad was, to use a striking expression, the man of the hour. In order to understand his wonderful success, one must study the conditions of his times. Five and half centuries and more had elapsed when he was born since Jesus had come into the world. At that time, the old religions of Greece and Rome, and of the hundred and one states along the Mediterranean, had lost their vitality. In their place, Caesarism had come as a living cult. The worship of the state as personified by the reigning Caesar, such was the religion of the Roman Empire. Other religions might exist, it was true; but they had to permit this new cult by the side of them and predominant over them. But Caesarism failed to satisfy. The Eastern religions and superstitions (Egyptian, Syrian, Persian) appealed to many in the Roman world and found numerous votaries. The fatal fault of many of these creeds was that in many respects they were so ignoble ...

When Christianity conquered Caesarism at the commencement of the fourth century, it, in its turn, became Caesarised. No longer was it the pure creed which had been taught some three centuries before. It had become largely de spiritualised, ritualised, materialised .......

How, in a few years, all this was changed, how, by 650 AD a great part of this world became a different world from what it had been before, is one of the most remarkable chapters in human history .... This wonderful change followed, if it was not mainly caused by, the life of one man, the Prophet of Mecca ....

Whatever the opinion one may have of this extraordinary man, whether it be that of the devout Muslim who considers him the last and greatest herald of God's word, or of the fanatical Christian of former days, who considered him an emissary of the Evil One, or of certain modern Orientalists, who look on him rather as a politician than a saint, as an organiser of Asia in general and Arabia in particular, against Europe, rather than as a religious reformer; there can be no difference as to the immensity of the effect which his life has had on the history of the world.

To those of us, to whom the man is everything, the milieu but little, he is the supreme instance of what can be done by one man. Even others, who hold that the conditions of time and place, the surroundings of every sort, the capacity of receptivity of the human mind, have, more than an individual effort, brought about the great steps in the world's history, cannot well deny, that even if this step were to come, without Muhammad, it would have been indefinitely delayed.

MICHAEL H HART

He in his book The 100 has ranked the great men in history with respect to their influence on human history. He ranked the Holy Prophet Muhammmadsaw as the most influential man in the human history. He wrote the following about the Holy Prophet Muhammadsaw. The text has been quoted in its entirety, however in the few places where I differed strongly with his opinion, I have taken the liberty to insert my humble opinion within parenthesis to caution the reader.

My choice of Muhammad to lead the list of the world's most influential persons may surprise some readers and may be questioned by others, but he was the only man in history who was supremely successful on both the religious and secular levels.

Of humble origins, Muhammad founded and promulgated one of the world's great religions, and became an immensely effective political leader. Today, thirteen centuries after his death, his influence is still powerful and pervasive.

The majority of the persons in this book had the advantage of being born and raised in centers of civilization, highly cultured or politically pivotal nations. Muhammad, however, was born in the year 570, in the city of Makkah, in southern Arabia, at that time a backward area of the world, far from the centers of trade, art, and learning. Orphaned at age six, he was reared in modest surroundings. Islamic tradition tells us that he was illiterate. His economic position improved when, at age twenty five, he married a wealthy widow. Nevertheless, as he approached forty, there was little outward indication that he was a remarkable person.

Most Arabs at that time were pagans, who believed in many gods. There were, however, in Makkah, a small number of Jews and Christians; it was from them no doubt that Muhammad first learned of a single, omnipotent God who ruled the entire universe. When he was forty years old, Muhammad became convinced that this one true God (Allah) was speaking to him, and had chosen him to spread the true faith.

For three years, Muhammad preached only to close friends and associates. Then, about 613, he began preaching in public. As he slowly gained converts, the Makkahn authorities came to consider him a dangerous nuisance. In 622, fearing for his safety, Muhammad fled to Madinah (a city some 200 miles north of Makkah), where he had been offered a position of considerable political power. This flight, called the Higra, was the turning point of the Prophet's life. In Makkah, he had had few followers. In Madinah, he had many more, and he soon acquired an influence that made him a virtual dictator. During the next few years, while Muhammad's following grew rapidly, a series of battles were fought between Madinah and Makkah. This war ended in 630 with Muhammad's triumphant return to Makkah as conqueror. The remaining two and one half years of his life witnessed the rapid conversion of the Arab tribes to the new religion. When Muhammad died, in 632, he was the effective ruler of all of southern Arabia.

The Bedouin tribesmen of Arabia had a reputation as fierce warriors. But their number was small; and plagued by disunity and internecine warfare, they had been no match for the larger armies of the kingdoms in the settled agricultural areas to the north. However, unified by Muhammad for the first time in history, and inspired by their fervent belief in the one true God, these small Arab armies now embarked upon one of the most astonishing series of conquests in human history. (However, one should note that these were not offencive wars, limitation of time and space will not allow us to dwell onto a detailed analysis of these wars and conquests). To the northeast of Arabia lay the large Neo Persian Empire of the Sassanids; to the northwest lay the Byzantine, or Eastern Roman Empire, centered in Constantinople. Numerically, the Arabs were no match for their opponents. On the field of battle, though, the inspired Arabs rapidly conquered all of Mesopotamia, Syria, and Palestine. By 642, Egypt had been wrested from the Byzantine Empire, while the Persian armies had been crushed at the key battles of Qadisiya in 637, and Nehavend in 642.

But even these enormous conquests -- which were made under the leadership of Muhammad's close friends and immediate successors, Abu Bakr and 'Umar ibn al Khattab did not mark the end of the Arab advance. By 711, the Arab armies had swept completely across North Africa to the Atlantic Ocean. There they turned north and, crossing the Strait of Gibraltar, overwhelmed the Visigothic kingdom in Spain. For a while, it must have seemed that the Muslims would overwhelm all of Christian Europe. However, in 732, at the famous Battle of Tours, a Muslim army, which had advanced into the center of France, was at last defeated by the Franks. Nevertheless, in a scant century of fighting, these Bedouin tribesmen, inspired by the word of the Prophet, had carved out an empire stretching from the borders of India to the Atlantic Ocean -- the largest empire that the world had yet seen. And everywhere that the armies conquered, large scale conversion to the new faith eventually followed.

Now, not all of these conquests proved permanent. The Persians, though they have remained faithful to the religion of the Prophet, have since regained their independence from the Arabs. And in Spain, more than seven centuries of warfare finally resulted in the Christians reconquering the entire peninsula. However, Mesopotamia and Egypt, the two cradles of ancient civilization, have remained Arab, as has the entire coast of North Africa. The new religion, of course, continued to spread, in the intervening centuries, far beyond the borders of the original Muslim conquests. Currently, it has tens of millions of adherents in Africa and Central Asia, and even more in Pakistan and northern India, and in Indonesia. In Indonesia, the new faith has been a unifying factor. In the Indian subcontinent, however, the conflict between Muslims and Hindus is still a major obstacle to unity.

How, then, is one to assess the overall impact of Muhammad on human history? Like all religions, Islam exerts an enormous influence upon the lives of its followers. It is for this reason that the founders of the world's great religions all figure prominently in this book. Since there are roughly twice as many Christians as Muslims in the world, it may initially seem strange that Muhammad has been ranked higher than Jesus. There are two principal reasons for that decision First, Muhammad played a far more important role in the development of Islam than Jesus did in the development of Christianity. Although Jesus was responsible for the main ethical and moral precepts of Christianity (insofar as these differed from Judaism), St. Paul was the main developer of Christian theology, its principal proselytizer, and the author of a large portion of the New Testament.

Muhammad, however, was responsible for both the theology of Islam and its main ethical and moral principles. In addition, he played the key role in proselytizing the new faith, and in establishing the religious practices of lslam. Moreover, he is the author of the Muslim holy scriptures, the Quran, (however, the Muslims believe and try to prove that it is the literal word of God), a collection of certain of Muhammad's insights that he believed had been directly revealed to him by Allah. Most of these utterances were copied more or less faithfully during Muhammad's lifetime and were collected together in authoritative form not long after his death. The Quran, therefore, closely represents Muhammad's ideas and teachings and to a considerable extent his exact words. No such detailed compilation of the teachings of Christ has survived. Since the Quran is at least as important to Muslims as the Bible is to Christians, the influence of Muhammad through the medium of the Quran has been enormous. It is probable that the relative influence of Muhammad on Islam has been larger than the combined influence of Jesus Christ and St. Paul on Christianity. On the purely religious level, then, it seems likely that Muhammad has been as influential in human history as Jesus.

Furthermore, Muhammad (unlike Jesus) was a secular as well as a religious leader. In fact, as the driving force behind the Arab conquests, he may well rank as the most influential political leader of all time.

Of many important historical events, one might say that they were inevitable and would have occurred even without the particular political leader who guided them. For example, the South American colonies would probably have won their independence from Spain even if Simon Bolivar had never lived. But this cannot be said of the Arab conquests. Nothing similar had occurred before Muhammad, and there is no reason to believe that the conquests would have been achieved without him. The only comparable conquests in human history are those of the Mongols in the thirteenth century, which were primarily due to the influence of Genghis Khan. These conquests, however, though more extensive than those of the Arabs, did not prove permanent, and today the only areas occupied by the Mongols are those that they held prior to the time of Genghis Khan.

It is far different with the conquests of the Arabs. From Iraq to Morocco, there extends a whole chain of Arab nations united not merely by their faith in Islam, but also by their Arabic language, history, and culture. The centrality of the Quran in the Muslim religion and the fact that it is written in Arabic have probably prevented the Arab language from breaking up into mutually unintelligible dialects, which might otherwise have occurred in the intervening thirteen centuries. Differences and divisions between these Arab states exist, of course, and they are considerable, but the partial disunity should not blind us to the important elements of unity that have continued to exist. For instance, neither Iran nor Indonesia, both oil producing states and both Islamic in religion, joined in the oil embargo of the winter of 1973 74. It is no coincidence that all of the Arab states, and only the Arab states, participated in the embargo.

We see, then, that the Arab conquests of the seventh century have continued to play an important role in human history, down to the present day. It is this unparalleled combination of secular and religious influence which I feel entitles Muhammad to be considered the most influential single figure in human history.


SIR THOMAS CARLYLE

Talking about the fact that Hadhrat Muhammadsaw was illiterate he writes:

One other circumstance we must not forget: that he had no school learning; of the thing we call school-learning none at all. The art of writing was but just introduced into Arabia; it seems to be the true opinion that Muhammad never could write! Life in the Desert, with its experiences, was all his education. What of this infinite Universe he, from his dim place, with his own eyes and thoughts, could take in, so much and no more of it was he to know. Curious, if we will reflect on it, this of having no books. Except by what he could see for himself, or hear of by uncertain rumour of speech in the obscure Arabian Desert, he could know nothing. The wisdom that had been before him or at a distance from him in the world, was in a manner as good as not there for him. Of the great brother souls, flame beacons through so many lands and times, no one directly communicates with this great soul. He is alone there, deep down in the bosom of the Wilderness; has to grow up so, -- alone with Nature and his own Thoughts.

Talking about his marriage he writes:

How he was placed with Kadijah, a rich Widow, as her steward, and travelled in her business, again to the Fairs of Syria; how he managed all, as one can well understand, with fidelity and adroitness; how her gratitude, her regard for him grew: the story of their marriage is altogether a graceful intelligible one, as told us by the Arab authors. He was twenty five; she forty, though still beautiful. He seems to have lived in a most affectionate, peaceable, wholesome way with this wedded benefactress; loving her truly, and her alone. It goes greatly against the impostor theory, the fact that he lived in this entirely unexceptionable, entirely quiet and commonplace way, till the heat of his years was done.

J. H. DENISON


J. H. Denison writes in his book, Emotions as the Basis of Civilisation, pp. 265 9:

In the fifth and sixth centuries, the civilised world stood on the verge of chaos. The old emotional cultures that had made civilisation possible, since they had given to man a sense of unity and of reverence for their rulers, had broken down, and nothing had been found adequate to take their place. ..... It seemed then that the great civilisation which had taken four thousand years to construct was on the verge of disintegration, and that mankind was likely to return to that condition of barbarism where every tribe and sect was against the next, and law and order were unknown ....... The new sanctions created by Christianity were creating divisions and destruction instead of unity and order .... Civilisation like a gigantic tree whose foliage had over reached the world ..... stood tottering ..... rotted to the core .... Was there any emotional culture that could be brought in to gather mankind once more to unity and to save civilisation? ... It was among the Arabs that the man was born who was to unite the whole known world of the east and south.

S.P. SCOTT

S. P. Scott writes in, History of the Moorish Empire in Europe, p. 126:

If the object of religion be the inculcation of morals, the diminution of evil, the promotion of human happiness, the expansion of the human intellect, if the performance of good works will avail in the great day when mankind shall be summoned to its final reckoning it is neither irreverent nor unreasonable to admit that Muhammad was indeed an Apostle of God.

LAMARTINE


Lamartine a French historian, writes in his book, History of Turkey, p. 276:

Philosopher, orator, apostle, legislator, warrior, conqueror of ideas, restorer of rational dogmas, the founder of twenty terrestrial empires and of one spiritual empire, that is Muhammad. As regards all standards by which human greatness may be measured, we may ask, is there any man greater than he?

I“f greatness of purpose, smallness of means, and outstanding results are the three criteria of human genius, who could dare to compare any great man in modern history with Muhammad? The most famous men created arms, and empires only. They founded, if any at all, no more than material power which often crumbled away before their eyes. This man merged not only armies, legislation, empires, peoples and dynasties but millions of men in one third of the inhabited world, and more than that, moved the altars, the gods, the religions, the ideas, the beliefs and the souls on the basis of a Book, every letter of which has become law. He created a spiritual nationality of every tongue and of every race.” (Historie de la Turqu,, Vol. 2, page 76-77)

SIR WILLIAM MUIR

The following description of his person and character is taken from Sir William Muir (Life of Muhammad, pp. 510-13):

His form, though little above mean height, was stately and commanding. The depth of feeling in his dark black eyes, and the winning expression of a face otherwise attractive, gained the confidence and love of strangers, even at first sight. His features often unbended into a smile full of grace and condescension. He was, says an admiring follower, the handsomest and bravest, the brightest faced and most generous of men. It was as though the sunlight beamed in his countenance. His gait has been likened to that of one descending a hill rapidly. When he made haste, it was with difficulty that one kept pace with him. He never turned, even if his mantle caught in a thorny bush; so that his attendants talked and laughed freely behind him secure of being unobserved.

Thorough and complete in all his actions, he took in hand no work without bringing it to a close. The same habit pervaded his manner in social intercourse. If he turned in a conversation towards a friend, he turned not partially, but with his full face and his whole body. In shaking hands, he was not the first to withdraw his own; nor was he the first to break off in converse with a stranger, nor to turn away his ear. A patriarchal simplicity pervaded his life. His custom was to do everything for himself. If he gave an alms he would place it with his own hands in that of the petitioner. He aided his wives in their household duties, mended his clothes, tied up the goats, and even cobbled his sandals. His ordinary dress was of plain white cotton stuff, made like his neighbours'. He never reclined at meals. Muhammad, with his wives, lived, as we have seen, in a row of low and homely cottages built of unbaked bricks, the apartments separated by walls of palm branches rudely daubed with mud, while curtains of leather, or of black haircloth, supplied the place of doors and windows. He was to all of easy access even as the river's bank to him that draweth water from it. Embassies and deputations were received with the utmost courtesy and consideration. In the issue of rescripts bearing on their representations, or in other matters of state, Muhammad displayed all the qualifications of an able and experienced ruler. What renders this the more strange is that he was never known himself to write.

A remarkable feature was the urbanity and consideration with which Muhammad treated even the most insignificant of his followers. Modesty and kindliness, patience, self denial, and generosity, pervaded his conduct, and riveted the affections of all around him. He disliked to say No. If unable to answer a petitioner in the affirmative, he preferred silence. He was not known ever to refuse an invitation to the house even of the meanest, nor to decline a proffered present however small. He possessed the rare faculty of making each individual in a company think that he was the favoured guest. If he met anyone rejoicing at success he would seize him eagerly and cordially by the hand. With the bereaved and afflicted he sympathised tenderly. Gentle and unbending towards little children, he would not disdain to accost a group of them at play with the salutation of peace. He shared his food, even in times of scarcity, with others, and was sedulously solicitous for the personal comfort of everyone about him. A kindly and benevolent disposition pervaded all those illustrations of his character. Muhammad was a faithful friend. He loved Abu Bakr with the close affection of a brother; Ali, with the fond partiality of a father. Zaid, the freedman, was so strongly attached by the kindness of the Prophet, that he preferred to remain at Makkah rather than return home with his own father. 'I will not leave thee,' he said, clinging to his patron, 'for thou hast been a father and mother to me.' The friendship of Muhammad survived the death of Zaid, and his son Usama was treated by him with distinguished favour for the father's sake. Uthman and Umar were also the objects of a special attachment; and the enthusiasm with which, at Hudaibiyya, the Prophet entered into the Pledge of the Tree and swore that he would defend his beleaguered son in law even to the death, was a signal proof of faithful friendship. Numerous other instances of Muhammad's ardent and unwavering regard might be adduced. His affections were in no instance misplaced; they were ever reciprocated by a warm and self sacrificing love.

In the exercise of a power absolutely dictatorial, Muhammad was just and temperate. Nor was he wanting in moderation towards his enemies, when once they had cheerfully submitted to his claims. The long and obstinate struggle against his pretentions maintained by the inhabitants of Makkah might have induced its conqueror to mark his indignation in indelible traces of fire and blood. But Muhammad, excepting a few criminals, granted a universal pardon; and, nobly casting into oblivion the memory of the past, with all its mockery, its affronts and persecution, he treated even the foremost of his opponents with a gracious and even friendly consideration. Not less marked was the forbearance shown to Abdullah and the disaffected citizens of Madinah, who for so many years persistently thwarted his designs and resisted his authority, nor the clemency with which he received submiss ive advances of tribes that before had been the most hostile, even in the hour of victory.

Again he wrote:

It is strongly corroborative of Muhammad's sincerity that the earliest converts to Islam were not only of upright character, but his own bosom friends and people of his own household who, intimately acquainted with his private life could not fail otherwise to have detected those discrepancies which even more or less exist between the profession of the hypocritical deceiver abroad and his actions at home".

SIR JOHN GLUBB

Talking about the revelations and dreams of Hadhrat Muhammadsaw he writes:

Whatever opinion the reader may form when he reaches the end of this book, it is difficult to deny that the call of Muhammad seems to bear a striking resemblance to innumerable other accounts of similar visions, both in the Old and New Testaments, and in the experience of Christian saints, possibly also of Hindus and devotees of other religions. Such visions, moreover, have often marked the beginnings of lives of great sanctity and of heroic virtue.

To attribute such phenomena to self delusion scarcely seems an adequate explanation, for they have been experienced by many persons divided from one another by thousands of years of time and by thousands of miles of distance, who cannot conceivably have even heard of each other. Yet the accounts which they give of their visions seem to bear an extraordinary likeness to one another. It scarcely appears reasonable to suggest that all these visionaries "imagined" such strikingly similar experiences, although they were quite ignorant of each other's existence.

Talking about the migration of the companions of the Holy Prophet Muhammad, may peace be upon him, to Abyssinia while the prophet himself was in Makkah, he writes:

The list seems to have included very nearly all the persons who had accepted Islam and the Messenger of God must have remained with a much reduced group of adherents, among the generally hostile inhabitants of Makkah, a situation which proves him to have possessed a considerable degree of moral courage and conviction.

Talking about Muhammad's migration from Makkah to Madinah, when he had to escape like a fugitive whose life was in great danger, he writes:

When the fugitives had whispered goodbye to Abu Bakr's son and daughter outside the cave on Mount Thaur and the camels had padded silently away into the darkness beneath the sharp Arabian stars, the curtain rose on one of the greatest dramas of human history. How little did Caesar or Chosroes, surrounded by their great armies and engaged in a long and bitter war for world supremacy (as they thought), realise that four ragged Arabs riding silently through the bare mountains of the Hejaz were about to inaugurate a movement which would put an end to both their great imperial dominions.

MONTGOMERY WATT


W. Montgomery Watt, the well known Orientalist, has said the following about his personality in general (Muhammad at Madinah pp 334-5):

We may distinguish three great gifts Muhammad had, each of which was indispensable to his total achievement. First, there is what may be called his gift as a seer. Through him or on the orthodox Muslim view, through the revelations made through him the Arab world was given an ideological framework within which the resolution of its social tensions became possible. The provision of such a framework involved both insight into the fundamental causes of the social malaise of the time, and the genius to express this insight in a form which would stir the hearer to the depths of his being. ...........

Secondly, there is Muhammad's wisdom as a statesman. The conceptual structure found in the Quran was merely a framework. The framework had to support a building of concrete policies and concrete institutions. In the course of this book, much has been said of Muhammad's far sighted political strategy and his social reforms. His wisdom in these matters is shown by the rapid expansion of a small state to a world empire, and by the adaption of his social institutions to many different environments and their continuance for thirteen centuries.

Thirdly, there is his skill and tact as an administrator and his wisdom in the choice of men to whom to delegate administrative details. Sound institutions and a sound policy will not go far if the execution of affairs is faulty and fumbling. When Muhammad died, the state he had founded was a going concern, able to withstand the shock of his removal and, once it had recovered from this shock, it expanded at prodigious speed.

The more one reflects on the history of Muhammad and of early Islam, the more one is amazed at the vastness of his achievement. Circumstances presented him with an opportunity such as few men have had, but the man was fully matched with the hour. Had it not been for his gifts as a seer, statesman, and administrator and, behind these, his trust in God and firm belief that God had sent him, a notable chapter in the history of mankind would have remained unwritten. It is my hope that this study of his life may contribute to a fresh appraisal and appreciation of one of the greatest of the sons of Adam.

Such is a testimony of a biographer who was not favorably disposed towards the Holy Prophet.

WILL DURANT

Talking about the immence influence of Muhammad on world history he wrote:

In the year 565 Justinian died, master of a great empire. Five years later Muhammad was born into a poor family in a country three quarters desert, sparsely peopled by nomad tribes whose total wealth could hardly have furnished the sanctuary of St. Sophia. No one in those years would have dreamed that within a century these nomads would conquer half of Byzantine Asia, all Persia and Egypt, most of North Africa, and be on their way to Spain. The explosion of the Arabian peninsula into the conquest and conversion of half the Mediterranean world is the most extraordinary phenomenon in medieval history.

ALFRED GUILLAME

He wrote the following in his book Islam in regards to the battles fought by the Prophet:

Muhammad accomplished his purpose in the course of three small engagements: the number of combatants in these never exceeded a few thousand, but in importance they rank among the world's decisive battles.

REV. BOSWELL SMITH

“Head of the state as well as the Church, he was Caesar and Pope in one, but he was Pope without the Pope's pretensions, and Caesar without the legions of Caesar, without a standing army, without a body guard, without a palace, without a fixed revenue. If ever a man had the right to rule by a right divine, it was Muhammad for he had all the power without the instruments and without its supports. (Muhammad and Muhammadanism )

On the whole, the wonder is not how much but how little, under different circumstances, Muhammad differed from himself. In the shepherd of the desert, in the Syrian trader,in the solitary of Mount Hira, in the reformer in the minority of one, in the exile of Madinah, in the acknowledged conqueror, in the equal of the Persian Chosroes and the Greek Heraclius, we can still trace substantial unity. I doubt whether any other man whose external conditions changed so much, ever himself changed less to meet them.

KAREN ARMSTRONG

A modern research scholar of Islam Karen Armstrong, wrote in her book:

Muhammad had to start virtually from scratch and work his way towards the radical monotheistic spirituality of his own. When he began his mission, a dispassionate observer would not have given him a chance. The Arabs, he might have objected, were just not ready for monotheism: they were not sufficently developed for this sophisticated vision. In fact, to attempt to introduce it on a large scale in this violent, terrifying society could be extremely dangerous and Muhammad would be lucky to escape with his life.

Indeed, Muhammad was frequently in deadly peril and his survival was a near-miracle. But he did succeed. By the end of his life he had laid an axe to the root of the chronic cycle tribal violence that afflicted the region and paganism was no longer a going concern. The Arabs were ready to embark on a new phase of their history.
(Muhammad - A Biography of the Prophet page 53-54)

Finally it was the West, not Islam, which forbade the open discussion of religious matters. At the time of the Crusades, Europe seemed obsessed by a craving for intellectual conformity and punished its deviants with a zeal that has been unique in the history of religion. The witch-hunts of the inquisitors and the persecution of Protestants by the Catholics and vice versa were inspired by abtruse theoligical opinions which in both Judaism and Islam were seen as private and optional matters. Neither Judaism nor Islam share the Christian conception of heresy, which raises human ideas about the divine to an unacceptably high level and almost makes them a form of idolatry. The period of the Crusades, when the fictional Mahound was established, was also a time of the great strain and denial in Europe. This is graphically expressed in the phobia about Islam.
(Muhammad: A Biography of the Prophet, page 27).

MAJOR A. LEONARD

If ever any man on this earth has found God; if ever any man has devoted his life for the sake of God with a pure and holy zeal then, without doubt, and most certainly that man was the Holy Prophet of Arabia.
(Islam, its Moral and Spiritual Values, p. 9; 1909, London)

Jumat, 13 Mei 2011

"Kisah Menarik"

Kisah Menarik: Ternyata Jasad Nabi Muhammad SAW Pernah Akan Dicuri

Percaya gak, klo ternyata jasad nabi Muhammad SAW pernah terusik dan nyaris di curi oleh orang kafir laknatullah. Sebelum akhirnya Allah menyelamatkannya dari rencana jahat yang mengancam sang nabi tercinta. Peristiwa yang memilukan dan nyaris menampar wajah umat islam ini terjadi pada tahun 1164 M atau 557 H, sebagaimana telah dicatat oleh sejarawan Ali Hafidz dalam kitab Fusul min Tarikhi AL-Madinah Al Munawaroh.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa hampir dapat dipastikan bahwa sebagian besar orang yang berziarah ke masjid Nabawi pasti tak pernah lupa untuk menghampiri makam Rasulullah yang diapit oleh makam Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar. Mereka berbondong-bondong menuju makam sang nabi Fenomenal itu. Untuk sekedar melihat atau berdoa.

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh kondisi umat islam pada masa dinasti Abbasiyah di Baghdad dimana kondisi umat Islam yang semakin melemah dan berdiri beberapa kerajaan Islam di beberapa daerah. Tentunya hal ini tak di sia-siakan begitu saja oleh orang-orang nasrani yang merasa kesempatan emas mencoreng wajah umat Islam dan membuat umat Islam jatuh ada di depan mata. Karena ternyata diketahui diam-diam mereka telah menyusun rencana untuk mencuri jasad Nabi Muhammad. Setelah terjadi kesepakatan oleh para penguasa Eropa, mereka pun mengutus dua orang nasrani untuk menjalankan misi keji itu. Misi itu mereka laksanakan bertepatan dengan musim haji. Dimana pada musim itu banyak jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia untuk melaksanakan ibadah haji. Kedua orang nasrani ini menyamar sebagai jamaah haji dari Andalusia yang memakai pakaian khas Maroko. Kedua spionase itu ditugaskan melakukan pengintaian awal kemungkinan untuk mencari kesempatan mencuri jasad Nabi SAW.

Setelah melakukan kajian lapangan, keduanya memberanikan diri untuk menyewa sebuah penginapan yang lokasinya dekat dengan makam Rasulullah. Mereka membuat lubang dari dalam kamarnya menuju makam Rasulullah.

Belum sampai pada akhir penggalian, rencara tersebut telah digagalkan oleh Allah melalui seorang hamba yang akhirnya mengetahui rencana busuk itu

Sultan Nuruddin Mahmud bin Zanki, adalah seorang hamba sekaligus penguasa Islam kala itu yang mendapatkan petunjuk melalui mimpi akan ancaman terhadap makam Rasulullah.

Sultan mengaku bermimpi bertemu dengan Rasulullah sambil menunjuk dua orang lelaki berambut pirang dan berujar: “ Wahai Mahmud, selamatkan jasadku dari maksud jahat kedua orang ini.” Sultan terbangun dalam keadaan gelisah lalu beliau melaksanakan sholat malam dan kembali tidur. Namun, Sultan Mahmud kembali bermimpi berjumpa Rasulullah hingga tiga kali dalam semalam.

Malam itu juga Sultan segera mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan dari damaskus ke madinah yang memakan waktu 16 hari, dengan mengendarai kuda bersama 20 pengawal serta banyak sekali harta yang diangkut oleh puluhan kuda. Sesampainya di Madinah, sultan langsung menuju Masjid Nabawi untuk melakukan sholat di Raudhah dan berziarah ke makam Nabi SAW. Sultan bertafakur dan termenung dalam waktu yang cukup lama di depan makam Nabi SAW.

Lalu menteri Jamaluddin menanyakan sesuatu, “Apakah Baginda Sultan mengenal wajah kedua lelaki itu? “Iya”, jawab Sultan Mahmud.

Maka tidak lama kemudian Menteri Jamaludin mengumpulkan seluruh penduduk Madinah dan membagikan hadiah berupa bahan makanan sambil mencermati wajah orang yang ada dalam mimpinya. Namun sultan tidak mendapati orang yang ada di dalam mimpi itu diantara penduduk Madinah yang datang mengambil jatah makanan. Lalu menteri Jamaluddin menanyakan kepada penduduk yang masih ada di sekitar Masjid Nabawi. “Apakah diantara kalian masih ada yang belum mendapat hadiah dari Sultan?”

Tidak ada, seluruh penduduk Madinah telah mendapat hadiah dari Sultan, kecuali dua orang dari Maroko tersebut yang belum mengambil jatah sedikitpun. Keduanya orang saleh yang selalu berjamaah di Masjid Nabawi.” Ujar seorang penduduk.

Kemudian Sultan memerintahkan agar kedua orang itu dipanggil. Dan alangkah terkejutnya sultan, melihat bahwa kedua orang itu adalah yang ia lihat dalam mimpinya. Setelah ditanya, mereka mengaku sebagai jamaah dari Andalusia Spanyol. Meski sultan sudah mendesak bertanya tentang kegiatan mereka di Madinah. Mereka tetap tidak mau mengaku. Sehingga sultan meninggalkan kedua lelaki itu dalam keadaan penjagaan yang ketat.

Kemudian sultan bersama menteri dan pengawalnya pergi menuju ke penginapan kedua orang tersebut. Sesampainya di rumah itu yang di temuinya adalah tumpukan harta, sejumlah buku dalam rak dan dua buah mushaf al-Qur’an. Lalu sultan berkeliling ke kamar sebelah. Saat itu Allah memberikan ilham, sultan Mahmud tiba-tiba berinisiatif membuka tikar yang menghampar di lantai kamar tersebut. Masya Allah, Subhanallah, ditemukan sebuah papan yang di dalamnya menganga sebuah lorong panjang, dan setelah diikuti ternyata lorong itu menuju ke makam Nabi Muhammad.

Seketika itu juga, sultan segera menghampiri kedua lelaki berambut pirang tersebut dan memukulnya dengan keras. Setelah bukti ditemukan, mereka mengaku diutus oleh raja Nasrani di Eropa untuk mencuri jasad Nabi SAW. Pada pagi harinya, keduanya dijatuhi hukum penggal di dekat pintu timur makam Nabi SAW. Kemudian sultan Mahmud memerintahkan penggalian parit di sekitar makam Rasulullah dan mengisinya dengan timah. Setelah pembangunan selesai, sultan Mahmud dan rombongan pulang ke negeri Syam untuk kembali memimpin kerajaannya.



http://indonesiabreakingnewsonline.blogspot.com/2008/07/pencurian-jasad-nabi-muhammad-saw.html

Rabu, 11 Mei 2011

Sistem Reproduksi Vertebrata

Sistem Reproduksi Vertebrata

Tags: hewan, reproduksi, vertebrata

Reproduksi seksual pada vertebrata diawali dengan perkawinan yang diikuti dengan terjadinya fertilisasi. Fertilisasi tersebut kemudian menghasilkan zigot yang akan berkembang menjadi embrio.
Fertilisasi pada vertebrata dapat terjadi secara eksternal atau secara internal.
Fertilisasi eksternal merupakan penyatuan sperma dan ovum di luar tubuh hewan betina, yakni berlangsung dalam suatu media cair, misalnya air. Contohnya pada ikan (pisces) dan amfibi (katak).
Fertilisasi internal merupakan penyatuan sperma dan ovum yang terjadi di dalam tubuh hewan betina. Hal ini dapat terjadi karena adanya peristiwa kopulasi, yaitu masuknya alat kelamin jantan ke dalam alat kelamin betina. Fertilisasi internal terjadi pada hewan yang hidup di darat (terestrial), misalnya hewan dari kelompok reptil, aves dan
Mamalia.
Setelah fertilisasi internal, ada tiga cara perkembangan embrio dan kelahiran keturunannya, yaitu dengan cara ovipar, vivipar dan ovovivipar.
Ovipar (Bertelur)
Ovipar merupakan embrio yang berkembang dalam telur dan dilindungi oleh cangkang. Embrio mendapat makanan dari cadangan makanan yang ada di dalam telur. Telur dikeluarkan dari tubuh induk betina lalu dierami hingga menetas menjadi anak. Ovipar terjadi pada burung dan beberapa jenis reptil.
Vivipar (Beranak)
Vivipar merupakan embrio yang berkembang dan mendapatkan makanan dari dalam uterus (rahim) induk betina. Setelah anak siap untuk dilahirkan, anak akan dikeluarkan dari vagina induk betinanya. Contoh hewan vivipar adalah kelompok mamalia (hewan yang menyusui), misalnya kelinci dan kucing.
Ovovivipar (Bertelur dan Beranak)
Ovovivipar merupakan embrio yang berkembang di dalam telur, tetapi telur tersebut masih tersimpan di dalam tubuh induk betina. Embrio mendapat makanan dari cadangan makanan yang berada di dalam telur. Setelah cukup umur, telur akan pecah di dalam tubuh induknya dan anak akan keluar dari vagina induk betinanya. Contoh hewan ovovivipar adalah kelompok reptil (kadal) dan ikan hiu.

1.Reproduksi Ikan
Ikan merupakan kelompok hewan ovipar, ikan betina dan ikan jantan tidak memiliki alat kelamin luar. Ikan betina tidak mengeluarkan telur yang bercangkang, namun mengeluarkan ovum yang tidak akan berkembang lebih lanjut apabila tidak dibuahi oleh sperma. Ovum tersebut dikeluarkan dari ovarium melalui oviduk dan dikeluarkan melalui kloaka. Saat akan bertelur, ikan betina mencari tempat yang rimbun olehtumbuhan air atau diantara bebatuan di dalam air.
Bersamaan dengan itu, ikan jantan juga mengeluarkan sperma dar testis yang disalurkan melalui saluran urogenital (saluran kemih sekaligus saluran sperma) dan keluar melalui kloaka, sehingga terjadifertilisasi di dalam air (fertilisasi eksternal). Peristiwa ini terus berlangsung sampai ratusan ovum yang dibuahi melekat pada tumbuhan air atau pada celah-celah batu.
Telur-telur yang telah dibuahi tampak seperti bulatan-bulatan kecil berwarna putih. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu 24 – 40 jam.
Anak ikan yang baru menetas akan mendapat makanan pertamanya dari sisa kuning telurnya, yang tampak seperti gumpalan di dalam perutnya yang masih jernih. Dari sedemikian banyaknya anak ikan, hanya beberapa saja yang dapat bertahan hidup.

2.Reproduksi Amfibi (Amphibia)


Kelompok amfibi, misalnya katak, merupakan jenis hewan ovipar. Katak jantan dan katak betina tidak memiliki alat kelamin luar. Pembuahan katak terjadi di luar tubuh. Pada saat kawin, katak jantan dan katak betina akan melakukan ampleksus, yaitu katak jantan akan menempel pada punggung katak betina dan menekan perut katak betina. Kemudian katak betina akan mengeluarkan ovum ke dalam air. Setiap ovum yang dikeluarkan diselaputi oleh selaput telur (membran vitelin). Sebelumnya, ovum katak yang telah matang dan berjumlah sepasang ditampung oleh suatu corong. Perjalanan ovum dilanjutkan melalui oviduk.
Dekat pangkal oviduk pada katak betina dewasa, terdapat saluran yang menggembung yang disebut kantung telur (uterus). Oviduk katak betina terpisah dengan ureter. Oviduk nya berkelok-kelok dan bermuara di kloaka.

Segera setelah katak betina mengeluarkan ovum, katak jantan juga akan menyusul mengeluarkan sperma. Sperma dihasilkan oleh testis yang berjumlah sepasang dan disalurkan ke dalam vas deferens. Vas deferens katak jantan bersatu dengan ureter. Dari vas deferens sperma lalu bermura di kloaka. Setelah terjadi fertilisasi eksternal, ovum akan diselimuti cairan kental sehingga kelompok telur tersebut berbentuk gumpalan telur.
Gumpalan telur yang telah dibuahi kemudian berkembang menjadi berudu. Berudu awal yang keluar dari gumpalan telur bernapas dengan insang dan melekat pada tumbuhan air dengan alat hisap.
Makanannya berupa fitoplankton sehingga berudu tahap awal merupakan herbivora. Berudu awal kemudian berkembang dari herbivora menjadi karnivora atau insektivora (pemakan serangga). Bersamaan dengan itu mulai terbentuk lubang hidung dan paru-paru, serta celah-celah insang mulai tertutup. Selanjutnya celah insang digantikan dengan anggota gerak depan.
Setelah 3 bulan sejak terjadi fertilisasi, mulailah terjadi metamorfosis. Anggota gerak depan menjadi sempurna. Anak katak mulai berani mucul ke permukaan air, sehingga paru-parunya mulai berfungsi. Pada saat itu, anak katak bernapas dengan dua organ, yaitu insang dan paru-paru. Kelak fungsi insang berkurang dan menghilang, sedangkan ekor makin memendek hingga akhirnya lenyap. Pada saat itulah metamorfosis katak selesai.

3.Reproduksi Reptil (Reptilia)
Kelompok reptil seperti kadal, ular dan kura-kura merupakan hewan-hewan yang fertilisasinya terjadi di dalam tubuh (fertilisasi internal). Umumnya reptil bersifat ovipar, namun ada juga reptil yang bersifat ovovivipar, seperti ular garter dan kadal. Telur ular garter atau kadal akan menetas di dalam tubuh induk betinanya. Namun makanannya diperoleh dari cadangan makanan yang ada dalam telur. Reptil betina menghasilkan ovum di dalam ovarium. Ovum kemudian bergerak di sepanjang oviduk menuju kloaka. Reptil jantan menghasilkan sperma di dalam testis. Sperma bergerak di sepanjang saluran yang langsung berhubungan dengan testis, yaitu epididimis. Dari epididimis sperma bergerak menuju vas deferens dan berakhir di hemipenis. Hemipenis merupakan dua penis yang dihubungkan oleh satu testis yang dapat dibolak-balik seperti jari-jari pada sarung tangan karet. Pada saat kelompok hewan reptil mengadakan kopulasi, hanya satu hemipenis saja yang dimasukkan ke dalam saluran kelamin betina.
Ovum reptil betina yang telah dibuahi sperma akan melalui oviduk dan pada saat melalui oviduk, ovum yang telah dibuahi akan dikelilingi oleh cangkang yang tahan air. Hal ini akan mengatasi persoalan setelah telur diletakkan dalam lingkungan basah. Pada kebanyakan jenis reptil, telur ditanam dalam tempat yang hangat dan ditinggalkan oleh induknya. Dalam telur terdapat persediaan kuning telur yang berlimpah.
Hewan reptil seperti kadal, iguana laut, beberapa ular dan kura-kura serta berbagai jenis buaya melewatkan sebagian besar hidupnya di dalam air. Namun mereka akan kembali ke daratan ketika meletakkan telurnya.

4.Reproduksi Burung (Aves)

Kelompok burung merupakan hewan ovipar. Walaupun kelompok buruk tidak memiliki alat kelamin luar, fertilisasi tetap terjadi di dalam tubuh. Hal ini dilakukan dengan cara saling menempelkan kloaka.
Pada burung betina hanya ada satu ovarium, yaitu ovarium kiri. Ovarium kanan tidak tumbuh sempurna dan tetap kecil yang disebut rudimenter. Ovarium dilekati oleh suatu corong penerima ovum yang dilanjutkan oleh oviduk. Ujung oviduk membesar menjadi uterus yang bermuara pada kloaka. Pada burung jantan terdapat sepasang testis yang berhimpit dengan ureter dan bermuara di kloaka.
Fertilisasi akan berlangsung di daerah ujung oviduk pada saat sperma masuk ke dalam oviduk. Ovum yang telah dibuahi akan bergerak mendekati kloaka. Saat perjalanan menuju kloaka di daerah oviduk, ovum yang telah dibuahi sperma akan dikelilingi oleh materi cangkang berupa zat kapur.
Telur dapat menetas apabila dierami oleh induknya. Suhu tubuh induk akan membantu pertumbuhan embrio menjadi anak burung. Anak burung menetas dengan memecah kulit telur dengan menggunakan paruhnya. Anak burung yang baru menetas masih tertutup matanya dan belum dapat mencari makan sendiri, serta perlu dibesarkan dalam sarang.

5.Reproduksi Mamalia (Mammalia)

Semua jenis mamalia, misalnya sapi, kambing dan marmut merupakan hewan vivipar (kecuali Platypus). Mamalia jantan dan betina memiliki alat kelamin luar, sehingga pembuahannya bersifat internal. Sebelum terjadi pembuahan internal, mamalia jantan mengawini mamalia betina dengan cara memasukkan alat kelamin jantan (penis) ke dalam liang alat kelamin betina (vagina).
Ovarium menghasilkan ovum yang kemudian bergerak di sepanjang oviduk menuju uterus. Setelah uterus, terdapat serviks (liang rahim) yang berakhir pada vagina.
Testis berisi sperma, berjumlah sepasang dan terletak dalam skrotum. Sperma yang dihasilkan testis disalurkan melalui vas deferens yang bersatu dengan ureter. Pada pangkal ureter juga bermuara saluran prostat dari kelenjar prostat. Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang merupakan media tempat hidup sperma.
Sperma yang telah masuk ke dalam serviks akan bergerak menuju uterus dan oviduk untuk mencari ovum. Ovum yang telah dibuahi sperma akan membentuk zigot yang selanjutnya akan menempel pada dinding uterus. Zigot akan berkembang menjadi embrio dan fetus. Selama proses pertumbuhan dan perkembangan zigot menjadi fetus, zigot membutuhkan banyak zat makanan dan oksigen yang diperoleh dari uterus induk dengan perantara plasenta (ari-ari) dan tali pusar.