Nabi Luth bin Haran
bin Tarih (Azar) adalah keponakan Nabi Ibrahim a.s. Ia diutus oleh Allah swt.
kepada kaumnya. Maka, mulailah ia menyeru kaumnya untuk hanya menyembah Allah
swt. dan meninggalkan penyembahan kepada patung-patung berhala. Nabi Luth
memulai dakwahnya dengan menanamkan tauhid sebagaimana lazimnya para nabi
berdakwah kepada kaumnya.
Namun, kaum Nabi
Luth a.s. adalah orang-orang yang paling durhaka, paling kafir, dan paling
jahat sifat dan perilakunya. Mereka gemar membegal dan menyamun. Mereka gemar
melakukan hal-hal mungkar dalam pertemuan-pertemuan mereka. Di antara mereka
tidak ada budaya saling menasihati untuk kebaikan. Bahkan, mereka melakukan
perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh manusia sebelumnya: mereka
bersenggama dengan sesama jenis. Lelaki dengan lelaki. Homoseksual. Mereka
tidak mau menikahi wanita. Inilah puncak kedurhakaan kaum Luth kepada Allah
swt.
Nabi Luth a.s.
berusaha mengembalikan kaumnya kepada penyembahan hanya kepada Allah saja. Nabi
Luth juga berusaha mengembalikan kaumnya kepada fitrah manusia yang luhur.
Tapi, kaumnya tidak mau berhenti dari kesesatan. Mereka tidak malu
mempertontonkan perbuatan keji mereka itu. Mereka bukan saja tidak mau
mendengar nasihat, bahkan menganiaya Nabi Luth. “Usirlah Luth berserta
keluarganya dari negerimu. Karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang
(mengaku dirinya) bersih.” (An-Nahl: 56)
Tidak hanya itu.
Kaumnya menantang Nabi Luth agar ia mendatangkan adzab Allah swt. kepada
mereka. “Datangkanlah kepada kami adzab Allah, jika kamu termasuk orang-orang
yang benar.” (Al-Ankabut: 29). Karena itu, Nabi Luth meminta pertolongan Allah
swt., “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan adzab) atas kaum yang
berbuat kerusakan itu.” (Al-Ankabut: 30)
Allah swt. murka
dan mengabulkan doa Nabi Luth. Dia mengutus para malaikatnya. Para malaikat itu
terlebih dahulu menuju ke rumah Nabi Ibrahim a.s. untuk memberi kabar gembira
kepada tentang kelahiran anak yang begitu diharapkan Nabi Ibrahim. Setelah itu,
para malaikat menceritakan misi besar yang mereka emban atas kaum nabi Luth.
Nabi Ibrahim
bertanya, “Apakah urusan kamu sekalian, wahai para utusan?” Mereka menjawab,
“Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang pendosa (kaum Luth), agar kami
timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang (keras) yang ditandai di sisi
Tuhanmu untuk (membinasakan) orang-orang yang melampaui batas.” (Adz-Dzariyat:
31-34)
Dialog ini
diabadilan Allah swt. dalam Al-Qur’an tidak sekali. “Dan tatkala utusan Kami
(para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan,
‘Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk kota (Sodom) ini. Sesungguhnya
penduduknya adalah orang-orang yang zhalim.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya di
kota itu ada Luth.’ Para malaikat berkata, ‘Kami lebih mengetahui siapa yang
ada di kota itu. Kami sunguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan
pengikut-pengikutnya, kecuali isterinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang
tertinggal (dibinasakan).’” (Al-Ankabut: 31-33)
Para malaikat yang
terdiri dari Jibril, Mikail, dan Israfil itu berangkat menuju negeri Sodom.
Mereka datang dalam wujud pemuda yang berwajah rupawan. Ini sebagai ujian bagi
kaum Luth dan agar nanti menjadi alasan untum membinasakan mereka.
Para pemuda rupawan
itu bertamu ke rumah Nabi Luth tepat ketika matahari terbenam. Nabi Luth yang
tidak tahu bahwa mereka adalah malaikat, segera menerima mereka. Nabi Luth
khawatir atas keselamatan mereka, apalagi jika diterima oleh orang lain. “Dia
(Luth) merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan para pemuda
itu, dan dia berkata, ‘Ini adalah hari yang amat sulit.’” (Hud: 77)
Bagaimana tidak
sulit, sebab malam itu pasti Nabi Luth akan mempertahankan tamu-tamunya dari
serbuan kaumnya sebagaimana yang sering terjadi jika ada tamu datang ke
rumahnya.
Nabi Luth membawa
para pemuda yang menjadi tamunya itu masuk ke dalam rumahnya secara diam-diam.
Tidak ada yang tahu, kecuali anggota keluarganya. Tapi tiba-tiba isterinya
keluar dan menceritakan kepada kaumnya, “Sesungguhnya di rumah Luth ada
beberapa anak muda tampan, yang tidak pernah aku lihat orang yang wajahnya
setampan mereka.”
Maka berdatanganlah
orang-orang ke ruman Nabi Luth. Mereka ingin berbuat mesum dengan menyodomi
para pemuda yang menjadi tamu Nabi Luth. Melihat gelagat buruk itu, Nabi Luth
menasihati mereka agar menikahi anak-anak wanitanya saja. Namun seruan itu
sia-sia. Orang-orang yang tidak tahu malu itu berusaha menerobos masuk dan
menyerbu para tamu Nabi Luth.
Dalam situasi
genting itu, malaikat Jibril keluar dan memukulkan ujung sayapnya kepada
mereka. Tiba-tiba mata mereka menjadi buta. Akibat pukulan itu kaum Luth mundur
sambil mengancam Nabi Luth. Para malaikat menyuruh Nabi Luth pergi dari rumah
dengan membawa keluarganya di akhir malam nanti, dan tidak boleh seorang pun
menoleh ke belakang.
Di hari itu, di
akhir malam, Jibril mengangkat rumah-rumah kaum Luth. Semuanya ada tujuh rumah.
Rumah-rumah itu diangkat, lalu dibalikkan. Bagian atas ditaruh di bawah
kemudian dihempaskan ke bumi. Sementara dari langit batu-batu dari sijjil –yang
setiap batu tertulis nama orang yang hendak ditimpakan—menghujani mereka.
Hukuman ini tentu
bukan sebuah kezhaliman. Sebab, Allah swt. telah menetapkan bahwa Dia tidak
akan menghukum orang-orang zhalim, kecuali setelah Dia memberikan argumentasi
yang kokoh kepada mereka, dan setelah didahului dengan janji dan acaman yang
diberikan kepada mereka lewat diutusnya salah seorang Rasul-Nya yang mulia,
untuk mencegah mereka dari perbuatan buruk dan memperingatkan mereka akan adzab
Allah yang amat pedih. Rasul Allah itu menyerukan peringatannya di tengah
mereka di setiap kota, desa, dan di mana saja.
Begitu juga yang
dilakukan oleh Nabi Luth. Ia benar-benar memberi nasihat kepada kaumnya.
“Mengapa kamu sekalian melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan
oleh siapa pun di dunia ini sebelum kamu?” (Al-A’raf: 80)
Kemudian Nabi Luth
mengulang perkataannya sebagai nasihat di kala kaumnya semakin tidak
menggunakan otaknya lagi. “Sesungguhnya kamu sekalian mendatangi lelaki untuk
melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita. Bahkan kamu ini
adalah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-A’raf: 81)
Orang-orang yang
zhalim yang tidak memiliki akal sehat lagi itu menjawab dengan ngawur. “Usirlah
Luth beserta keluarganya dari negerimu ini. Karena sesungguhnya mereka itu
orang-orang yang (mengaku dirinya) bersih.” (An-Naml: 56). Begitulah orang jika
sudah diluputi nafsu dan kesesatan, membolak-balikan norma-norma agar sesuai
dengan keingan nafsu mereka.
Ketika
pembangkangan mereka sudah sampai puncaknya, Allah swt. memberikan ujian
terakhir kepada Nabi Nuh dengan mengutus beberapa malaikat dengan wujud
manusia: pemuda-pemuda yang sangat tampan. Sebagai nabi yang dikenal lapang
dada, para pemuda ini singgah. “Luth merasa susah dan merasa sempit dadanya
karena kedatangan mereka, dan dia berkata, ‘Ini adalah hari yang amat sulit.’”
(Hud: 77)
Dan terdengarlah
teriakan kepada kaum homoseks itu bahwa di rumah Nabi Luth ada beberapa tamu
yang tampan dan tidak pernah ada pemuda yang setampan mereka. Dengan cepat
kabar itu menyebar. Kaum homo itu berdatangan ke rumah Nabi Luth dan mengira
akan bisa melampiaskan syahwat menyimpang mereka di sana. “Dan datanglah kaum
Luth kepadanya dengan bergegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan
perbuatan-perbuatan keji.” (Hud: 78)
Mereka menyerbu
masuk ke rumah Nabi Luth. Nabi Luth menahan mereka dengan susah payah. “Hai
kaumku, ini putri-putriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kalian
kepada Allah, dan janganlah mencemarkan namaku di hadapan tamuku. Tidak adakah
di antara kamu orang berakal?”
Mereka menjawab,
“Sesungguhnya kamu tahu bahwa kami tidak berhasrat kepada putri-putrimu. Dan
sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami inginkan.” Sungguh
sebuah jawaban yang tidak pantas dan secara terang-terangan membangkang.
Sungguh berat
kondisi Nabi Luth. Ia diserbu tanpa pembelaan. “Seandainya aku ada mempunyai
kekuatan (untuk menolak) kamu sekalian, atau aku dapat berlindung kepada
keluarga yang kuat (tentu aku melakukannya).” (Hud: 80)
Melihat kondisi
Nabi Luth yang terdesak seperti itu, barulah para malaikat membuka identitas
mereka. “(Tenanglah kamu, hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan
Tuhanmu. Sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu!” (Hud: 81)
Mendengar itu, Nabi
Luth sangat gembira. Lalu dikatakan kepadanya, “Sebab itu, pergilah kamu dengan
membawa keluarga dan pengikut-pengikutmu di akhir malam, dan janganlah ada
seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia
akan ditimpa adzab seperti yang menimpa mereka. Karena sesungguhnya saat
jatuhnya adzab kepada mereka ialah waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah
dekat?” (Hud: 81)
Karena kaum Luth
tetap membangkang, tetap berhasrat mengganggu tamu-tamu Nabi Luth, dan tidak
menjaga kehormatan keluarga Nabi Luth, Jibril memukul wajah mereka dengan ujung
sayapnya. Pukulan itu mengakibatkan mata mereka hapus dan mereka menjadi buta.
Dalam keadaan buta, mereka mundur dengan melontarkan ancaman, “Besok kamu akan
tahu apa yang akan menimpamu, hai orang gila!”
Tapi, saat fajar
menyingsing datanglah perintah Allah swt. Jibril membedol kota Sodom.
Mengangkat tinggi-tinggi rumah-rumah mereka di udara. Lalu membaliknya dan
menghempaskannya ke bumi diiringi hujanan batu-batu sijjin. “Maka tatkala
datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah.
(Kami balikan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar
dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidak jauh
dari orang-orang yang zhalim.” (Hud: 82-83)
Isteri Nabi Luth
ikut keluar rumah bersama suami dan kedua anak perempuannya. Namun, wanita itu
ketika mendengar jeritan dan gemuruh kehancuran kaumnya, menoleh ke belakang.
Seketika itu juga sebutir batu jatuh menimpanya. Menembus batok kepalanya. Ia
roboh. Musnah seperti kaumnya yang membangkang. Begitulah nasib wanita yang
berkhianat kepada suaminya, yang membantu orang-orang membangkang pada ajaran
Nabinya.
“Allah membuat
isteri Nabi Nuh dan isteri Nabi Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir.
Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara
hamba-hamba Kami. Lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka
kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah,
dan katakanlah (kepada keduanya), ‘Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang
masuk (neraka).” (At-Tahrim: 10)
Begitulah Walihah,
isteri Nabi Luth. Wanita ini isteri seorang nabi dan rasul, bahkan keluarga
dekat Nabi Ibrahim. Tapi, ia binasa diadzab bersama dengan kaumnya yang
membangkang kepada Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar